POLA
KERUANGAN DESA DAN KOTA
(Sumber:
www.dementad.com)
Setelah
mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu:
•
mengidentifikasi potensi desa kaitannya dengan perkembangan desa kota
•
mengidentifikasi ciri-ciri struktur ruang desa
•
mengidentifikasi ciri-ciri struktur ruang kota
•
menganalisis model-model teori struktur spasial kota
•
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi spasial
desa-kota
•
menghitung kekuatan interaksi antara dua wilayah
PETA KONSEP
Mengapa harus ada wilayah desa dan kota? Mengapa di desa
sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan pertanian? Sebaliknya, mengapa pula
di kota kita banyak menemukan gedung-gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, jalan
raya, pusat pemerintahan, dan lain-lain? Apakah banyak orang desa yang pergi kota
diakibatkan oleh adanya perbedaan-perbedaan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan motivasi bagi kamu
untuk lebih banyak mengetahui tentang pola keruangan desa-kota dan interaksi yang
terjadi di dalamnya. Dengan mempelajari bab ini diharapkan kamu mampu menganalisis
potensi dan struktur ruang desa dan kota, serta mengidentifikasi berbagai
interaksi wilayah keduanya.
Kata Kunci : Desa, kota,
pola keruangan, interaksi wilayah
A. POTENSI DESA DAN
PERKEMBANGAN DESA-KOTA
Desa dalam kehidupan sehari-hari sering diistilahkan dengan
kampung, yaitu suatu daerah yang letaknya jauh dari keramaian kota dan dihuni
oleh sekelompok masyarakat yang sebagian besar mata pencahariannya dalam bidang
pertanian. Hal ini sejalan dengan pengertian desa menurut Daldjoeni (2003)
bahwa, “Desa merupakan permukiman manusia yang letaknya di luar kota dan
penduduknya berpangupajiwa agraris”. Desa dengan berbagai karakteristik fisik
maupun sosial, memperlihatkan adanya kesatuan di antara unsur-unsurnya.
Sebagaimana menurut R. Bintarto (1977) bahwa wilayah perdesaan merupakan suatu perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomis,
politis dan kultural yang terdapat di situ dalam hubungannya dan pengaruh
timbal balik dengan daerah-daerah lainnya.
Adapun secara administratif, desa adalah daerah yang terdiri
atas satu atau lebih dukuh atau dusun yang digabungkan, sehingga menjadi suatu
daerah yang berdiri sendiri dan berhak mengatur rumah tangganya sendiri
(otonomi).
1. Ciri khas desa
Suatu daerah dikatakan sebagai desa, karena memiliki beberapa cirri
khas yang dapat dibedakan dengan daerah lain di sekitarnya. Berdasarkan pengertian
Dirjen Pembangunan Desa (Dirjen Bangdes), ciri-ciri desa yaitu sebagai berikut:
a. perbandingan lahan dengan manusia (mand land ratio) cukup besar;
b. lapangan kerja yang dominan ialah sektor pertanian (agraris);
c. hubungan antarwarga desa masih sangat akrab;
d. sifat-sifat masyarakatnya masih memegang teguh tradisi yang
berlaku.
Masih banyak ciri-ciri desa lainnya yang dapat kita temui.
Sekarang, coba kamu kenali hal-hal lain yang dapat dijadikan sebagai ciri-ciri
desa Sebagai daerah otonom, desa memiliki tiga unsur penting yang satu sama lain
merupakan satu kesatuan. Adapun unsur-unsur tersebut menurut R. Bintarto (1977)
antara lain:
a. Daerah, terdiri atas tanah-tanah produktif dan non produktif serta penggunaannya,
lokasi, luas, dan batas yang merupakan lingkungan geografi setempat.
b. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, penyebaran dan mata
pencaharian penduduk.
c. Tata kehidupan, meliputi
pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
Ketiga unsur tersebut merupakan kesatuan hidup (living unit), karena daerah
yang menyediakan kemungkinan hidup. Penduduk dapat menggunakan kemungkinan
tersebut untuk mempertahankan hidupnya. Tata kehidupan, dalam artian yang baik,
memberikan jaminan akan ketenteraman dan keserasian hidup bersama di desa.
2. Potensi desa
Maju mundurnya desa, sangat tergantung pada ketiga unsur di
atas. Karena, unsur-unsur ini merupakan kekuasaan desa atau potensi desa. Potensi
desa adalah berbagai sumber alam (fisik) dan sumber manusia (non fisik) yang tersimpan
dan terdapat di suatu desa, dan diharapkan kemanfaatannya bagi kelangsungan dan
perkembangan desa. Adapun yang termasuk ke dalam potensi desa antara lain
sebagai berikut.
a. Potensi fisik
Potensi fisik desa antara lain meliputi:
1) tanah, dalam artian sumber tambang dan
mineral, sumber tanaman yang merupakan sumber mata pencaharian, bahan makanan,
dan tempat tinggal.
2) air, dalam artian sumber air, kondisi dan tata
airnya untuk irigasi, pertanian dan kebutuhan hidup sehari-hari.
3) iklim, peranannya sangat penting bagi desa
yang bersifat agraris.
4) ternak, sebagai sumber tenaga, bahan makanan,
dan pendapatan.
5) manusia, sebagai sumber tenaga kerja potensial
(potential man power) baik pengolah tanah dan produsen dalam bidang pertanian,
maupun tenaga kerja industri di kota.
b. Potensi non fisik
Potensi nonfisik desa antara lain meliputi:
1) masyarakat
desa, yang hidup berdasarkan gotong royong dan dapat merupakan suatu kekuatan
berproduksi dan kekuatan membangun atas dasar kerja sama dan saling pengertian.
2)
lembaga-lembaga sosial, pendidikan, dan organisasi-organisasi social yang dapat
memberikan bantuan sosial dan bimbingan terhadap masyarakat.
3) aparatur
atau pamong desa, untuk menjaga ketertiban dan keamanan demi kelancaran
jalannya pemerintahan desa.
3. Perkembangan
desa-kota
Potensi suatu desa tidaklah sama, tergantung pada unsur-unsur
desa yang dimiliki. Kondisi lingkungan geografis dan penduduk suatu desa dengan
desa lainnya berbeda, maka potensi desa pun berbeda. Potensi yang tersimpan dan
dimiliki desa seperti potensi sosial, ekonomi, demografis, agraris, politis, kultural
dan sebagainya merupakan indikator untuk mengadakan suatu evaluasi terhadap
maju mundurnya suatu desa (nilai desa). Dengan adanya indicator ini, maka
berdasarkan tingkat pembangunan dan kemampuan mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki, desa diklasifikasikan menjadi
desa swadaya, desa swakarya, dan desa swasembada.
a. Desa swadaya (desa terbelakang) adalah suatu wilayah desa yang masyarakat
sebagian besar memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan sendiri. Desa ini
umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar,
sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan
wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali.
b. Desa swakarya (desa sedang berkembang), keadaannya sudah lebih maju dibandingkan
desa swadaya. Masyarakat di desa ini sudah mampu menjual kelebihan hasil
produksi ke daerah lain, di samping untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi
sudah mulai nampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering.
c. Desa swasembada (desa maju) adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua
potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai dengan kemampuan
masyarakatnya untuk mengadakan interaksi dengan masyarakat luar, melakukan
tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdaganagan) dan kemampuan
untuk saling mempengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dari hasil interaksi
tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber
dayanya sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik.
Selama ini, membangun desa-desa di Indonesia sudah banyak
dilakukan oleh pemerintah, seperti program PMD (Pembangunan Masyarakat Desa) dan
modernisasi desa. Pembangunan desa berarti membina dan mengembangkan swadaya
masyarakat desa melalui pemanfaatan potensi yang dimiliki secara optimal,
sehingga tercapai kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat desa. Baik
PMD maupun modernisasi desa pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu:
a. memberi
gairah dan semangat hidup baru dengan menghilangkan pola kehidupan yang monoton,
sehingga warga desa tidak merasa jenuh;
b. meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi
warga desa;
c. meningkatkan bidang pendidikan.
Adanya pembangunan di pedesan seperti ini, diharapkan dapat
menahan laju urbanisasi yang selama ini menjadi permasalahan kompleks terutama
bagi daerah perkotaan.
Perkembangan desa tidak hanya dipengaruhi oleh potensinya,
beberapa faktor lain juga sangat menentukan, seperti faktor interaksi
(hubungan) dan lokasi desa. Adanya kemajuan-kemajuan di bidang perhubungan dan lalu
lintas antardaerah, menyebabkan sifat isolasi desa berangsur-angsur berkurang. Desa-desa
yang berdekatan dengan kota mengalami perkembangan yang cepat dibandingkan desa
lainnya akibat dari banyaknya pengaruh kota yang masuk. Daerah pedesaan di
perbatasan kota yang mudah dipengaruhi oleh tata kehidupan kota disebut dengan rural urban areas atau daerah desa-kota. Daerah ini
juga merupakan suburban fringe, yaitu suatu area melingkari suburban dan merupakan daerah
peralihan antara daerah rural dengan daerah urban.
Menurut Bintarto (1977), petani-petani di daerah desa-kota
keadaannya lebih maju dari petani di daerah pedesaan, karena:
1) jarak yang dekat
dengan kota, sehingga pergaulan antarwarga boleh dikatakan agak tinggi;
2) kemungkinan
bersekolah bagi anak-anak lebih besar daripada anakanak di desa-desa yang agak
jauh;
3) kesempatan memperoleh mata pencaharian
tambahan di kota dimungkinkan dengan adanya letak yang berdekatan dengan kota.
B. STRUKTUR RUANG
DESA DAN KOTA
1. Struktur ruang desa
Wilayah pedesaan menurut Wibberley, menunjukkan bagian suatu
negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu,
baik pada waktu sekarang maupun beberapa waktu yang lampau.
Tanah di pedesaan umumnya digunakan bagi kehidupan sosial
seperti berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga dan
sebagainya semua itu dilakukan di dalam kampung. Adapun kehidupan ekonomi
seperti bertani, berkebun, beternak, memelihara atau menangkap ikan, menebang kayu
di hutan, dan lain-lain, umumnya dilakukan di luar kampung, walaupun adapula
kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan di dalam kampung seperti perindustrian,
perdagangan, dan lain-lain. Jadi, pola penggunaan tanah di pedesaan yaitu untuk
perkampungan dalam rangka kegiatan sosial dan untuk pertanian dalam rangka
kegiatan ekonomi.
a. Penggunaan tanah untuk perkampungan
Bentuk perkampungan desa yang terdapat di permukaan bumi, satu
sama lainnya berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi fisik geografis
setempat. Pada daerah pedataran memperlihatkan bentuk perkampungan yang
berbeda, dibandingkan dengan bentuk perkampungan di daerah perbukitan atau
pegunungan. Bentuk perkampungan atau pemukiman di pedesaan, pada prinsipnya
mengikuti pola persebaran desa yang dapat dibedakan atas perkampungan linear, perkampungan
memusat, perkampungan terpencar, dan perkampungan yang mengelilingi fasilitas
tertentu.
1) Bentuk
perkampungan linier
Bentuk perkampungan linier merupakan bentuk perkampungan yang memanjang
mengikuti jalur jalan raya, alur sungai, dan garis pantai. Biasanya pola
perkampungan seperti ini banyak ditemui di daerah pedataran, terutama di
dataran rendah. Pola ini digunakan masyarakat dengan maksud untuk mendekati prasarana
transportasi (jalan dan sungai) atau untuk mendekati lokasi tempat bekerja seperti nelayan di sepanjang
pinggiran pantai.
2) Bentuk
perkampungan memusat
Bentuk perkampungan memusat merupakan bentuk perkampungan yang mengelompok
(agglomerated rural settlement). Pola seperti ini banyak ditemui di daerah pegunungan yang biasanya
dihuni oleh penduduk yang berasal dari satu keturunan, sehingga merupakan satu
keluarga atau kerabat. Jumlah rumah umumnya kurang dari 40 rumah yang disebut
dusun(hamlet) atau lebih dari
40 rumah bahkan ratusan yang dinamakan kampung (village).
3) Bentuk
perkampungan terpencar
Bentuk perkampungan terpencar merupakan bentuk perkampungan yang
terpencar menyendiri (disseminated rural settlement). Biasanya perkampungan seperti ini hanya merupakan farmstead, yaitu sebuah
rumah petani yang terpencil tetapi lengkap dengan gudang alat mesin,
penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak, dan rumah petani. Perkampungan
terpencar di Indonesia jarang ditemui. Pola seperti ini umumnya terdapat di
negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan sebagainya.
4) Bentuk
perkampungan mengelilingi fasilitas tertentu
Bentuk perkampungan seperti ini umumnya kita temui di daerah
dataran rendah, yang di dalamnya banyak terdapat fasilitas-fasilitas umum yang dimanfaatkan
penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Fasilitas tersebut
misalnya mata air, danau, waduk, dan fasilitas lain.
b. Penggunaan tanah untuk kegiatan ekonomi
Penggunaan tanah di pedesaan terdiri atas pertanian, perkebunan,
perikanan, peternakan, kehutanan, perdagangan dan industri. Dalam tata guna
tanah di pedesaan, juga termasuk penggunaan air dan permukaannya, seperti laut,
sungai, danau, dan sebagainya.
Pola penggunaan tanah di pedesaan umumnya didominasi oleh
pertanian, baik pertanian tradisional maupun pertanian yang telah maju (sudah
memanfaatkan mekanisme pertanian). Hal ini sesuai dengan struktur mata
pencaharian masyarakatnya yang sebagian besar sebagai petani, baik petani
pemilik maupun buruh tani. Sebagai gambaran pemanfaatan tanah di pedesaan,
dapat kamu lihat pada tabel 5.1 berikut
Walaupun sebagian besar lahan di pedesaan diperuntukkan bagi
pertanian, sistem kepemilikan lahan petani di Indonesia masih sangat kecil.
Rata-rata petani di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, merupakan petani gurem yang memiliki
lahan garapan kurang dari 0,5 ha. Dalam kelas kepemilikan lahan pertanian
kurang dari 0,5 ha termasuk dalam kategori petani miskin. Karena terbatasnya
modal dan keterampilan, sehingga menjadikannya tidak banyak pilihan, kecuali
sebagai buruh tani. Hal ini sangat berpengaruh terhadap minimnya produktivitas
yang otomatis mengakibatkan rendahnya tingkat pendapatan petani.
Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan dalam rangka
pembangunan masyarakat desa khususnya dalam sektor pertanian, akan tetapi hasil
yang dicapai sampai sekarang belum memperlihatkan kemajuan yang mencolok. Untuk
itu, perlu penertiban oleh pemerintah dalam hal penguasaan tanah di pedesaan,
terutama yang banyak dilakukan oleh kaum tuan-tuan tanah.
2. Struktur ruang
kota
Dilihat dari sejarahnya, kota pada hakikatnya lahir dan
berkembang dari suatu wilayah pedesaan. Akibat tingginya pertumbuhan penduduk
yang diikuti oleh meningkatnya kebutuhan (pangan, sandang, dan perumahan) dan
pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) ciptaan manusia, maka
bermunculan pemukiman-pemukiman baru. Selanjutnya, akan diikuti oleh
fasilitas-fasilitas sosial seperti pasar, pertokoan, rumah sakit, perkantoran,
sekolah, tempat hiburan, jalan-jalan raya, terminal, industri, dan sebagainya,
hingga terbentuklah suatu wilayah kota. Mengingat lengkapnya
fasilitas-fasilitas sosial yang dimiliki, maka kota merupakan daya tarik bagi
penduduk yang tinggal di desa untuk berdatangan, bahkan sebagian di antaranya
tinggal di wilayah kota.
Kota dapat dipandang sebagai suatu wilayah di permukaan bumi
yang sebagian besar arealnya terdiri atas benda-benda hasil rekayasa dan budaya
manusia, serta tempat pemusatan penduduk yang tinggi dengan sumber mata pencaharian
di luar sektor pertanian. Pengertian tersebut juga berarti suatu kota dicirikan
oleh adanya prasarana perkotaan, seperti bangunan yang besarbesar bagi
pemerintahan, rumah sakit, sekolah, pasar, taman dan alun-alun yang luas serta
jalan aspal yang lebar-lebar.
Untuk lebih memahami pengertian kota, perhatikan beberapa
definisi kota menurut pandangan para ahli. Menurut R. Bintarto, kota adalah
sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non alami dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Pendapat ahli lainnya seperti yang dikemukakan Dickinson, kota adalah
suatu pemukiman yang bangunan rumahnya rapat dan penduduknya bernafkah bukan
pertanian. Adapun Ray Northam, R., menyebutkan bahwa kota adalah suatu lokasi yang kepadatan
penduduknya lebih tinggi dibandingkan dengan populasi, sebagian besar penduduk
tidak bergantung pada sektor pertanian atau aktivitas ekonomi primer lainnya,
dan sebagai pusat kebudayaan, administratif, dan ekonomi bagi wilayah di
sekitarnya.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1980 menyebutkan bahwa kota dapat dibagi ke dalam dua pengertian.
Pertama, kota
sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administrative sebagaimana diatur
dalam perundang-undangan. Kedua, kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang
mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan, dan
berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pemukiman.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dan kaitannya dengan
pusat kegiatan, maka kota merupakan daerah pusat keramaian karena di dalamnya berbagai
pusat kegiatan manusia (di luar pertanian) terdapat di sini. Misalnya: pusat
industri, baik industri besar sampai industri kecil; pusat perdagangan, mulai
dari pasar tradisional sampai pasar regional, dan pusat pertokoan; pusat sektor
jasa dan pelayanan masyarakat seperti rumah sakit, pusat pendidikan, pusat
pemerintahan, pusat hiburan dan rekreasi, dan sebagainya. Semua itu ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota itu sendiri dan daerahdaerah di
sekitarnya. Karena lengkapnya fasilitas yang disediakan oleh kota, menjadikannya
sebagai tempat pemusatan penduduk. Sehingga dalam kehidupan sehari-harinya,
kota sangat sibuk dan merupakan suatu kompleksitas yang khusus.
Berbicara tentang kota sebagai pusat kegiatan, ada yang
dinamakan inti kota atau pusat kota (core of city) yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi, kegiatan politik,
kegiatan pendidikan, kegiatan pemerintahan, kegiatan kebudayaan, dan
kegiatan-kegiatan lainnya. Karena itu, daerah seperti ini dinamakan Pusat Daerah Kegiatan (PDK) atau Central Business Districts (CBD). PDK berkembang dari waktu ke waktu, sehingga meluas ke
arah daerah di luarnya, daerah ini disebut Selaput Inti Kota (SIK).
Adapun jenis kegiatan ekonomi di kota pada dasarnya terdiri
atas:
1) kegiatan ekonomi dasar (basic activities) yang
membuat dan menyalurkan barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau ekspor.
Barang dan jasa tersebut berasal dari industri, perdagangan, rekreasi, dan
sebagainya.
2) kegiatan ekonomi bukan dasar (non basic activities) yang
memproduksi dan mendistribusi barang dan jasa untuk keperluan penduduk kota
sendiri.
Kegiatan ekonomi dasar merupakan hal penting bagi suatu kota,
yaitu merupakan dasar agar kota dapat bertahan dan berkembang.
Adanya pengelompokan dan penyebaran jenis-jenis kegiatan di kota
sangat bergantung pada beberapa faktor yang meliputi:
a. ketersediaan ruang di dalam kota;
b. jenis-jenis kebutuhan dari warga kota;
c. tingkat teknologi yang diserap;
d. perencanaan kota;
e. faktor-faktor geografi setempat.
Pusat-pusat kegiatan di kota sering mengalami perubahan daya
tarik. Keadaan ini sebagai akibat dari pasang surutnya penduduk serta
perkembangan kotanya sendiri. Keramaian yang ada di kota tergantung pada
beberapa faktor, antara lain:
a. kemampuan
daya tarik dari bangunan dan gedung-gedung tempat menyalurkan kebutuhan
sehari-hari;
b. tingkat kemakmuran warga kota dilihat dari daya belinya;
c. tingkat pendidikan dan kebudayaan yang cukup baik;
d. sarana dan prasarana dalam kota yang memadai;
e. pemerintahan dan warga kota yang dinamis.
Mengingat fungsi kota sebagai pusat dari segala kegiatan manusia
dan suatu kompleksitas khusus, maka penataan ruangnya selain harus tersedia juga
harus melalui suatu perencanaan yang matang agar pertumbuhan dan perkembangannya
teratur, tidak semrawut, dan tidak menimbulkan permasalahan pada kemudian hari.
Penataan ruang kota yang baik, harus didasarkan pada kondisi fisik setempat,
pemerintah kota sebagai pengatur kebijakan, dan tingkat perekonomian serta
kebutuhan penduduk terhadap fasilitas kota. Fasilitasfasilitas yang harus ada
dalam tata ruang kota antara lain:
a. untuk perkantoran, pemukiman, pendidikan,
pasar, pertokoan, bioskop, rumah sakit, dan sebagainya;
b. untuk jalur-jalur jalan yang menghubungkan
kota dengan tempat-tempat lain di luarnya berupa jalan kabupaten, jalan
provinsi dan jalur-jalur jalan dalam kota yang berfungsi seperti urat nadi
dalam tubuh manusia yaitu mensuplai segala kebutuhan ke setiap sudut kota;
c. taman-taman kota, alun-alun, taman olah
raga, taman bermain dan rekreasi keluarga;
d. areal parkir yang luas dan memadai.
Tempat-tempat tersebut selain harus layak, mudah dijangkau, juga
harus memikirkan kemungkinan pengembangannya.
Pertumbuhan dan perkembangan kota sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor alamiah dan faktor sosial wilayah, serta kebijakan pemerintah.
Faktor alamiah yang mempengaruhi perkembangan kota antara lain lokasi,
fisiografi, iklim, dan kekayaan alam yang terkandung di daerah tersebut.
Termasuk dalam faktor sosial di antaranya kondisi penduduk dan fasilitas sosial
yang ada. Adapun kebijakan pemerintah menyangkut penentuan lokasi kota dan pola
tata guna lahan di wilayah perkotaan tersebut.
Lokasi kota yang strategis cenderung mengalami perkembangan yang
lebih cepat, apalagi didukung oleh kekayaan alam yang memadai, berada di pusat
kawasan hinterland yang potensial, sehingga penggunaan lahannya akan lebih
bervariasi. Kota yang memiliki bentuk morfologi pedataran memungkinkan
perkembangan yang lebih cepat dibandingkan kota yang berada di daerah
perbukitan. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam membuat aturan
penggunaan lahan, mana kawasan yang boleh dan tidak boleh dikembangkan. Semakin
tinggi tingkat ekonomi dan kebutuhan warga kota akan fasilitas kota, maka
semakin beragam penggunaan tanah di kota.
Kenampakan penggunaan ruang perkotaan adalah keanekaragaman
fungsi tanah sebagai cerminan dari keanekaragaman kebutuhan warga kota terhadap
berbagai jenis fasilitas kehidupan. Penggunaan tanah akan menjadi salah satu karakter
kota, sebagai hasil perpaduan antara kondisi fisik seperti topografi, morfologi,
hidrografi, dan kondisi sosial seperti sejarah, ekonomi warga kota, budaya,
pemerintah dan keterbukaan kota terhadap daerah lainnya. Segmentasi ruang dalam
kota sangat tergantung pada: lokasi kota, karakteristik fisik, kebijakan
penggunaan lahan, dan kondisi sosial ekonomi penduduk.
Penggunaan tanah di kota, umumnya dapat dilihat dari
kenampakankenampakan yang ada. Karena kota merupakan pusat dari segala kegiatan
manusia, maka penggunaan tanahnya jauh lebih beragam dibandingkan dengan di
desa. Semua kegiatan ekonomi kota memerlukan tanah. Dengan demikian, sebagian
besar dari tanah di kota digunakan untuk kegiatan industri dan jasa, di samping
untuk tempat tinggal.
Berhubungan dengan hal tersebut, fungsi kota ialah sebagai pusat
pelayanan (misalnya perdagangan) dan industri. Kegiatan industri yang ada di
perkotaan meliputi industri besar, industri menengah, dan industri kecil (home industries). Tanah yang
digunakan untuk industri antara lain dimanfaatkan sebagai tempat bekerja
(pabrik), gudang, rumah karyawan, dan lain-lain.
Struktur ruang kota dapat diukur berdasarkan kerapatan bruto dan kerapatan netto. Kerapatan
bruto bagi industri ialah ukuran yang meliputi bangunan gudang, tempat parkir,
tempat bongkar muat, rel keretaapi dan jalan di dalam kawasan pabrik, ruang
terbuka (taman), ruang yang belum terpakai, dan sebagainya. Adapun kerapatan
netto bagi industri ialah ukuran yang hanya meliputi bangunan pabrik, gudang,
tempat parkir, dan tempat bongkar muat saja. Kedua ukuran ini digunakan untuk
menganalisis penggunaan tanah yang sedang berlaku; untuk perencanaan, akan
lebih mudah jika hanya digunakan kerapatan bruto yaitu untuk tanah yang kosong.
Sebagai contoh, standar luas (netto) untuk kegiatan industri
umumnya di Amerika Serikat sekitar 47-75 orang per hektar, dan di Inggris 75
orang per hektar (Chapin, 1972). Selain industri, penggunaan tanah di kota juga
digunakan oleh sektor jasa. Perusahaan jasa maupun instansi yang menggunakan, memanfaatkannya
antara lain untuk sarana tanah lalu lintas (jalan, rel kereta api, stasion, terminal,
dan sebagainya), perdagangan (toko, warung, pasar, gudang, dan sebagainya),
pendidikan dan agama (sekolah, museum, universitas, kebun binatang,
perpustakaan, madrasah, masjid dan tempat peribadatan lain, kuburan, dan
sebagainya) kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik, balai kesehatan, dan
sebagainya) rekreasi (lapangan olahraga, taman, gedung kesenian, bioskop, dan
sebagainya), pemerintahan dan pertahanan (asrama, tempat latihan, dan
sebagainya). Penggunaan tanah di kota untuk jasa juga diperlukan standar luas
seperti halnya dalam industri.
Adanya berbagai fasilitas dan beragamnya aktivitas masyarakat
kota, telah membentuk struktur kota yang berbeda dengan struktur di desa.
Menurut Johara (1986),
segala yang dibangun di daerah kota, baik oleh alam seperti bukit, gunung dan
sebagainya, maupun oleh manusia seperti gedung-gedung, rumah, pabrik dan
sebagainya, biasanya semua yang tersembul dari permukaan bumi dianggap sebagai
suatu struktur ruang kota.
Struktur ruang wilayah perkotaan, baik di negara kita maupun di
negaranegara lain, ternyata memperlihatkan bentuk-bentuk tertentu. Contohnya di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa, hampir semua kota di pusatnya selalu ada
alun-alun, masjid agung, penjara, pamong praja atau kantor pemerintahan, dan
pertokotaan.
Perkembangan kota dapat dipengaruhi oleh berbagai rintangan alam
seperti pegunungan, perbukitan, lembah sungai, dan lain-lain, dalam
perkembangannya akan selalu menyesuaikan diri dengan keberadaan fisik
wilayahnya sehingga kota berbentuk tidak teratur dan menimbulkan kesan sebagai
kota yang tidak terencana.
Keterangan gambar:
1. Piramida kota dalam kota
2. Dalam wilayah yang homogen, kota yang tidak
terencana berkembang menjadi berbentuk ikan gurita
3. Dalam wilayah dengan banyak rintangan alam,
bentuk kota yang tidak terencana berbentuk tak teratur
4. Dalam
suatu lembah, kota yang tidak terencana, berbentuk memanjang
Gambar 5.7 Kota-kota yang tidak terencana
(Sumber: Johara T Jayadinata, 1986, halaman 100)
Banyak para ahli telah berusaha mengadakan penelitian mengenai
struktur ruang kota yang ideal. Di antaranya ialah teori memusat (konsentris)
menurut
Ernest W. Burgess (1929) yang
meneliti struktur kota Chicago. Teori konsentris menyatakan bahwa daerah yang
memiliki ciri kota dapat dibagi dalam lima zone, sebagai berikut:
1. Zone pusat daerah kegiatan (PDK/CBD), terdapat pusat
pertokoan besar (Dept. Store), gedung perkantoran yang bertingkat, bank,
museum, hotel, restoran, dan sebagainya.
2. Zone peralihan atau zone transisi, merupakan daerah yang
terikat dengan pusat daerah kegiatan. Penduduk zone ini tidak stabil, baik
dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonominya. Dikategorikan sebagai
daerah berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota, daerah ini diubah
menjadi lebih baik untuk komplek industri manufaktur, perhotelan, tempat
parkir, gudang, apartemen, dan jalan-jalan utama yang menghubungkan inti kota
dengan daerah luarnya. Pada daerah ini juga sering ditemui daerah slum atau daerah
pemukiman penduduk yang kumuh.
3. Zone permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih
baik. Didiami oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan
karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang
menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan
daerah ini sebagai workingmen’s homes.
4. Zone pemukiman kelas menengah (residential zone), merupakan
komplek perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.
Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan daerah kelas ploretar.
5. Zone penglaju (commuters), merupakan daerah yang memasuki daerah belakang (hinterland) atau
merupakan daerah batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di
pinggiran kota.
Daerah kekotaan menurut teori konsentris dapat dilihat pada
gambar 5.8 berikut:
Model konsentrik jarang terjadi secara ideal. Adapun model yang
paling mendekati terhadap struktur ini adalah kota-kota pelabuhan di negara
barat seperti kota Chicago, Calcuta, Adelaide, dan Amsterdam.
Selain teori konsentris, juga terdapat teori sektoral (sector theory) menurut Homer Hoyt (1930).
Menurut teori ini, struktur ruang kota cenderung lebih berkembang berdasarkan
sektor-sektor daripada berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik. PDK atau CBD
terletak di pusat kota, namun pada bagian lainnya berkembang menurut
sektor-sektor yang bentuknya menyerupai irisan kue bolu. Hal ini dapat terjadi
akibat faktor geografi seperti bentuk lahan dan pengembangan jalan sebagai
sarana komunikasi dan transportasi.
Menurut Homer Hoyt, kota tersusun sebagai berikut:
1. pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD)
yang terdiri atas: bangunanbangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan
pusat perbelanjaan;
2. pada sektor tertentu terdapat kawasan industri
ringan dan perdagangan;
3. dekat
pusat kota dan dekat sektor di atas, yaitu bagian sebelahmenyebelahnya terdapat
sektor murbawisma, yaitu tempat tinggal kaum murba atau kaum buruh;
4. agak jauh
dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor
madyawisma;
5. lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma,
yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas.
Daerah kota menurut teori sektoral dapat dilihat pada gambar 5.9
berikut:
Teori lainnya mengenai struktur ruang kota ialah Teori Inti
Berganda (multiple nuclei) dari C.D Harris dan E.L. Ullman (1945). Teori ini merupakan bentuk kritikan terhadap teori
konsentrik Burgess. Menurut
C.D. Harris dan E.L. Ullman, struktur ruang kota tidaklah sesederhana dalam teori
konsentris karena sebenarnya tidak ada urutan-urutan yang teratur. Dapat
terjadi, dalam suatu kota terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi
sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru. Keadaan tersebut telah
menyebabkan adanya beberapa inti dalam suatu wilayah perkotaan, misalnya:
komplek atau wilayah perindustrian, pelabuhan, komplek perguruan tinggi, dan
kota-kota kecil di sekitar kota besar.
Struktur ruang kota menurut teori inti berganda, yaitu sebagai
berikut:
1. pusat kota atau CBD;
2. kawasan niaga dan industri ringan;
3. kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah;
4. kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah;
5. kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi;
6. pusat industri berat;
7. pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran;
8. upakota, untuk kawasan madyawisma dan adiwisma;
9. upakota (suburb) kawasan industri.
Selain teori-teori di atas, masih banyak teori lainnya yang
mengatur tentang struktur ruang kota. Pada intinya teori-teori ini hanya
merupakan usaha pendekatan akademis terhadap proses dan pola perkembangan
daerah kekotaan.
C. INTERAKSI
WILAYAH DESA DAN KOTA
Pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dalam
rangka memenuhi kebutuhan ekonomi dan sosialnya, dapat dievaluasi secara
geografi karena tingkah laku manusia seperti ini erat hubungannya dengan
faktorfaktor geografi pada ruang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor
fisik seperti bentuk permukaan bumi, elevasi, vegetasi, iklim, dan factor non
fisik, seperti alat transportasi, kegiatan ekonomi, biaya, kondisi jalan dan
kondisi sosial masyarakat setempat. Proses ini mengungkapkan adanya interaksi
wilayah.
Interaksi wilayah dapat diartikan sebagai suatu hubungan timbal
balik yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih, yang dapat
menimbulkan gejala, kenampakan atau permasalahan baru. Interaksi tidak hanya
terbatas pada gerak pindah manusianya, melainkan juga menyangkut barang dan
informasi yang menyertai tingkah laku manusia.
Sebagaimana disebutkan di atas, pola dan kekuatan interaksi
antarwilayah sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah
bersangkutan, serta kemudahan-kemudahan yang dapat mempercepat proses hubungan
antarwilayah tersebut. Edward Ullman
mengemukakan bahwa ada tiga faktor utama yang mendasari
atau mempengaruhi timbulnya interaksi antarwilayah, yaitu sebagai berikut.
1. Adanya wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional complementarity)
Adanya hubungan wilayah yang saling melengkapi dimungkinkan
karena adanya perbedaan wilayah dalam ketersediaan dan kemampuan sumber daya. Di
satu pihak ada wilayah yang surplus, sedangkan pada wilayah lainnya kekurangan
sumber daya seperti hasil tambang, hutan, pertanian, barang industri, dan
sebagainya. Keadaan ini mendorong terjadinya interaksi yang didasarkan saling
membutuhkan.
2. Adanya kesempatan untuk saling berintervensi (interventingopportunity)
Kesempatan berintervensi dapat diartikan sebagai suatu
kemungkinan perantara yang dapat menghambat timbulnya interaksi antarwilayah
atau dapat menimbulkan suatu persaingan antarwilayah. Pada contoh gambar di
bawah ini, dijelaskan bahwa secara potensial antara wilayah A dan B sangat
mungkin terjali hubungan timbal balik, sebab A kelebihan sumber daya X dan
kekurangan sumber daya Y, sedangkan keadaan di B sebaliknya. Namun karena
kebutuhan masing-masing wilayah itu secara langsung telah dipenuhi oleh wilayah
C, maka interaksi antara wilayah A dan B menjadi lemah. Dalam hal ini wilayah C
berperan sebagai alternatif pengganti suatu sumber daya bagi wilayah A atau
wilayah B.
3. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam
ruang (spatial transfer ability)
Faktor lainnya yang mempengaruhi pola interaksi antarwilayah
ialah adanya kemudahan pemindahan dalam ruang, baik proses pemindahan manusia,
barang, maupun informasi. Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang sangat
bergantung pada hal-hal berikut:
a. jarak mutlak dan relatif antarwilayah;
b. biaya angkut atau transport untuk memindahkan
manusia, barang, dan informasi dari satu tempat ke tempat lain;
c. k emudahan
dan kelancaran prasarana transportasi antarwilayah, seperti kondisi jalan,
relief wilayah, jumlah kendaraan sebagai sarana transportasi, dan sebagainya.
Terdapat berbagai konsep dalam analisis keruangan untuk
mengungkapkan aspek interaksi antara dua wilayah atau lebih, di antaranya ialah
dengan menggunakan model Gravitasi. Sir Issac Newton telah menyumbangkan hukum fisika yang berharga berupa Hukum Gaya
Tarik (Hukum Gravitasi) pada tahun 1687. Dia mengemukakan bahwa tiap massa akan
memiliki gaya tarik terhadap tiap titik di sekitarnya. Karena itu, bila ada dua
massa yang berhadapan satu sama lain, maka kedua massa itu akan saling menarik.
Gaya tarik-menarik itu berbanding lurus dengan massa-massanya dan berbanding terbalik
dengan kuadrat jaraknya. Secara matematis, gaya gravitasi dinyatakan dengan
rumus:
Model tersebut kemudian diterapkan dalam bidang geografi untuk
mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih oleh W.J. Reilly (1929).
Berdasarkan teorinya, dikemukakan bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah
atau lebih dapat diukur dengan memperhatikan jumlah penduduk masing-masing
wilayah dan jarak mutlak antara wilayah-wilayah tersebut, yang dinyatakan
dengan rumus:
Contoh perhitungan:
Diketahui : 3 buah kota. Jumlah penduduk kota A 1000 orang, kota
B 2000 orang dan kota C 3000 orang. Jarak kota A ke B 25 km, sedangkan dari
kota B ke C 100 km.
Ditanyakan : manakah dari ketiga kota tersebut yang lebih besar
kekuatan interaksinya: apakah antara kota A dan B atau kota B dan C?
Apabila dibandingkan kekuatan interaksi antara kota A dan B
dengan kota B dan C, maka: 3200 : 2400 = 32 : 24 = 4 : 3. Sehingga diambil kesimpulan,
bahwa kekuatan interaksi kota A dan B lebih besar 4/3 kali dibandingkan dengan
kekuatan interaksi kota B dan C. Perbandingan kekuatan interaksi keruangan
beberapa wilayah dengan menggunakan rumus W.J. Reilly dapat diterapkan apabila:
a. kondisi
penduduk meliputi tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencaharian,
mobilitas, keadaan budaya dan lain-lain dari tiaptiap wilayah yang sedang
dibandingkan relatif sama;
b. kondisi alam terutama bentuk wilayah atau
reliefnya sama;
c. keadaan
prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan wilayahwilayah yang sedang
dibandingkan interaksinya relatif sama.
Di dalam kenyataannya bisa saja interaksi antara kota B dan C
lebih kuat dibandingkan dengan interaksi antara kota A dan B. Hal ini bisa saja
disebabkan kondisi wilayah yang menghubungkan B dan C merupakan daerah pedataran
dan didukung prasarana jalan yang baik, sedangkan di wilayah A dan B merupakan
jalur perbukitan dengan prasarana jalan yang kurang baik. Oleh sebab itu,
ketiga hal di atas perlu dipertimbangkan dalam menghitung besarnya gravitasi
menurut W.J. Reilly.
Selain Teori Gravitasi juga terdapat Teori Titik Henti (the
breaking point theory) sebagai modifikasi dari Teori Gravitasi W.J. Reilly.
Teori ini berusaha memberikan suatu cara dalam memperkirakan lokasi garis batas
yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua buah kota yang berbeda
ukurannya. Selain itu, juga dapat digunakan untuk memperkirakan penempatan
lokasi industri atau pelayanan-pelayan sosial antara dua wilayah, sehingga
mudah dijangkau oleh penduduk. Inti teori ini ialah bahwa jarak titik henti
atau titik pisah dari pusat perdagangan yang lebih kecil ukurannya berbanding
lurus dengan jarak antara kedua pusat pedagangan tersebut, dan berbanding
terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari wilayah yang
penduduknya lebih besar dibagi dengan jumlah penduduk pada wilayah yang lebih
sedikit penduduknya. Secara matematis dapat dinyatakan dengan rumus:
Contoh perhitungan:
Diketahui : Jumlah penduduk A 20.000 orang, kota B
10.000 orang, dan di kota C 30.000 orang. Jarak kota A ke B 50 km, sedangkan
jarak kota B ke C 100 km.
Ditanyakan : Tentukan lokasi titik henti antara kota A
dengan kota B, serta antara kota B dengan kota C!
Hasil perhitungan di atas memiliki makna, lokasi titik henti
antara kota A dan B adalah 20,75 km diukur dari kota B (yang penduduknya lebih
kecil). Hal ini berarti penempatan lokasi pelayanan sosial seperti pasar, rumah
sakit, kantor pos, dan lain-lain yang paling strategis ialah berjarak 20,75 km
dari kota B, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat dari kota A dan kota B.
Sebagai latihan kalian, dengan mengikuti contoh di atas carilah lokasi titik
henti antara kota B dengan kota C! Salah satu faktor yang sangat menentukan
terjadinya interaksi antar wilayah ialah sarana dan prasarana transportasi.
Kualitasnya sangat berpengaruh terhadap kelancaran mobilitas (pergerakan)
barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lainnya. Suatu wilayah dengan
wilayah lain biasanya dihubungkan oleh jalurjalur transportasi, baik jalur
transportasi darat, laut, maupun udara, sehingga membentuk pola-pola jaringan
tertentu di dalam ruang muka bumi (spatial network systems). Kompleksitas jaringan tersebut sebagai salah satu tanda kekuatan
interaksi antarwilayah. Suatu kawasan yang dihubungkan oleh jaringan jalan yang
kompleks tentu memiliki pola interaksi keruangan lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah lain yang hanya dihubungkan oleh satu jalur transportasi. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut!
Berdasarkan nilai indeks konektivitasnya diperkirakan wilayah b
memiliki kekuatan interaksi lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah A.
Ringkasan
Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk, sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah
terendah langsung di bawah camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Syarat sebuah wilayah disebut desa yaitu memiliki wilayah
pemerintahan; ada penduduk yang menghuninya; memiliki unsur-unsur pemerintahan;
berada di bawah kekuasaan camat; memiliki aturan dan kebiasaan-kebiasaan
pergaulan sendiri.
Potensi desa terdiri atas penduduk, wilayah, dan tata kehidupan
yang merupakan satu kesatuan hidup. Potensi desa tersebut sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya sebagai desa kota.
Struktur ruang di desa ditandai dengan pola pemanfaatan
lahannya, yang sebagian besar untuk pertanian (ekonomi) dan sarana sosial.
Adapun struktur ruang di kota sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk
kegiatan sector industri dan jasa. Beberapa teori yang mengkaji struktur ruang
kota seperti
Teori Konsentris, Teori Homer Hoyt, dan Teori Inti Berganda. Pola
dan kekuatan interaksi antarwilayah sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan
sosial serta kemudahan-kemudahan yang dapat mempercepat proses hubungan
antarwilayah tersebut.
Glosarium
Agglomerated
rural settlement : bentuk perkampungan yang mengelompok.
Core of city : kota sebagai pusat dari segala
kegiatan.
Daerah otonom
: suatu
daerah yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan
dan mengatur rumah tangganya sendiri.
Desa : perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografi, sosial, ekonomis, politis
dan kultural yang terdapat di situ dalam
hubungannya dan pengaruh timbale balik dengan daerah-daerah lainnya.
Desa
Swasembada : desa
yang sudah mampu mengembangkan semua potensi desa yang dimiliki secara optimal.
Disseminated rural settlement : bentuk perkampungan yang terpencar.
Interaksi
wilayah : suatu
hubungan timbal balik yang saling berpengaruh antara dua wilayah atau lebih, yang
dapat menimbulkan gejala, kenampakan, atau permasalahan baru.
Kota : sebuah
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamiah dan non alami dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materialistisdibandingkan dengan daerah belakangnya.
Petani gurem : petani yang
memiliki lahan garapan kurang dari 0,5 ha atau disebut juga buruh tani.
Potensi desa : berbagai
sumber alam (fisik) dan sumber manusia (non fisik) yang tersimpan dan terdapat
di desa untuk kelangsungan dan perkembangan desa. Nilai desa adalah indikator
untuk mengadakan suatu evaluasi terhadap maju mundurnya suatu desa.
Rural urban
areas : daerah
pedesaan di perbatasan kota yang mudah dipengaruhi oleh tata kehidupan kota.
Suburban
fringe : suatu
area melingkari suburban dan merupakan daerah peralihan antara daerah rural
dengan daerah urban.
Tugas mandiri
Buatlah kelompok belajar di dalam kelasmu, kemudian diskusikan
tentang beberapa permasalahan yang muncul akibat interaksi wilayah desa-kota.
Sebagai gambaran permasalahan, kamu bisa mengambil tema tentang: masalah
urbanisasi, kekurangan tenaga kerja di desa, perumahan kumuh di kota, sektor
informal di perkotaan, dan lain-lain. Laporkan hasil diskusimu, disertai dengan
kajian pustaka ke dalam bentuk paper atau makalah!
Kegiatan kelompok
Carilah data jumlah penduduk wilayah kecamatan-kecamatan yang
ada di kota/kabupaten tempat tinggalmu. Cari pula jarak antarkecamatan tersebut
(jika tidak mendaparkan, kamu bisa mengukurnya melalui peta administrasi kota/kabupaten).
Hitunglah kekuatan interaksi antara kota-kota kecamatan tersebut.
UJI KOMPETENSI
I. Pilihan Ganda
Pilihlah salah satu alternatif jawaban yang tepat!
1 stilah desa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Deshi yang
berarti ....
a. tanah kelahiran
b. daerah yang tenang
c. daerah sumber bahan pangan
d. daerah pinggiran kota
e. tanah air
2. Desa
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di
bawah camat. Definisi tersebut menurut ....
a. R. Bintarto
b. Sutarjo Kartohadikusumo
c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982
d. Daljoeni
e. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979
3. Berikut ini merupakan ciri-ciri masyarakat
desa, kecuali ....
a.
Penduduknya kebanyakan hidup dari sektor agraris
b.
Kehidupannya masih bergantung pada alam
c. Corak
kehidupannya bersifat Gesselschaft
d.
Masyarakatnya masih bersifat paguyuban
e. Pola hidup yang sederhana
4. Pada dasarnya desa merupakan gabungan dari
beberapa dusun. Istilah desa oleh masyarakat Minang disebut ....
a. Nagari d.
Banjar
b. Gampong e.
Huta
c. Kampung
5. Tata ruang dalam arti fisik suatu desa dipengaruhi oleh ....
a. iklim,
fisik, air, dan faktor biotik
b. air,
relief, tanah, dan transportasi
c. tanah,
penduduk, iklim, dan tata kehidupan
d. budaya,
topografi, kondisi sosial ekonomi
e. penduduk, relief, topografi, dan norma
6. Jenis angkutan yang menghubungkan suatu desa dengan daerah
lain dipengaruhi oleh ....
a. letak desa terhadap bentang alam dan bentang budaya
b. fungsi desa bagi daerah perkotaan di sekitarnya
c. kepadatan penduduk di bandingkan dengan daerah sekitar
d. tata kehidupan masyarakat yang terdapat di desa
e. nilai
masyarakat setempat
7. Berdasarkan aktivitasnya, masyarakat desa dibedakan atas ....
a. agraris,
industri, dan nelayan
b. nelayan,
industri, dan maju
c. industri
dan jasa
d. agraris,
industri, dan maju
e. sedang berkembang, maju, industri
8. Pola persebaran desa dipengaruhi oleh faktor ....
a. letak desa
c.
tata air
b. keadaan
alam d.
kesuburan tanah
c. semua betul
9. Pernyataan
di bawah ini yang merupakan fungsi desa dalam kedudukannya sebagai pemerintahan
daerah terendah ialah ....
a. sebagai
pemasok tenaga kerja
b. sebagai
daerah hinterland kota
c.
melaksanakan program-program yang telah direncaakan
d. memiliki
kekuasaan yang otonom
e. sebagai pusat industri kerajinan rakyat
10. Daerah
yang terletak di luar inti kota sebagai akibat tidak tertampungnya kegiatan
dalam kota disebut ....
a. rural d.
selaput inti kota
b. suburban e.
inti kota
c. core city
11. Suatu daerah yang penduduknya memiliki suasana kehidupan
kota disebut ....
a. selaput
inti kota c.
rural
b. kota
satelit d.
inti kota
c. daerah hinterland
12. Daerah di
sekitar pinggiran kota yang berfungsi sebagai daerah permukiman dan pabrik
disebut ....
a. inti kota c.
kota satelit
b. rural d.
suburban
c. urban
13. Di bawah ini merupakan faktor pendorong terjadinya
urbanisasi, kecuali ....
a.
menyempitnya lahan pertanian
b. sulitnya
memasarkan hasil produksi
c. orang kota
banyak mendesak lahan di desa
d.
menyempitnya lapangan pekerjaan
e. hubungan lalu lintas desa kota lancar
14. Berikut ini yang merupakan dampak negatif urbanisasi bagi
wilayah perdesaan, kecuali ....
a. kekurangan
tenaga kerja produktif
b.
pembangunan desa terhambat
c. pendapatan
masyarakat desa meningkat
d. kurangnya
tenaga yang menggarap lahan
e. lahan pertanian terlantar
15. Kota
merupakan aglomerasi manusia dalam ruang yang terbatas. Aglomerasi penduduk
yang dapat mencerminkan perkotaan diduga mulai timbul sejak....
a. manusia
ada di permukaan bumi
b. setelah
masa imperialisme Barat
c. manusia
memiliki kemampuan membuat barang dari logam
d. manusia
mengenal usaha perdagangan
e. manusia mengenal pertanian menetap
16. Zona 2 menurut model teori sektoral Homer Hoyt pada gambar
berikut merupakan ....
a. pusat
daerah kegiatan
b. daerah
pemukiman kelas rendah
c. aktivitas
perdagangan dan manufaktur
d. permukiman
kelas tinggi
e. daerah penglaju
17. Manakah
dari gambar model teori sektoral di atas yang menunjukkan permukiman kelas tinggi.....
a. Zona 1 d. Zona 4
b. Zona 2 e.
Zona 5
c. Zona 3
18. Gambar peta berikut menunjukkan jalanjalan yang menghubungkan kota-kota di suatu pulau. Jalan manakah yang menunjukkan jalur paling sibuk....
18. Gambar peta berikut menunjukkan jalanjalan yang menghubungkan kota-kota di suatu pulau. Jalan manakah yang menunjukkan jalur paling sibuk....
a. Jalur A
b. Jalur B
c. Jalur C Keterangan:
d. Jalur D 75.000 = jumlah
penduduk
e. Jalur E
a. keadaan
topografi
b.
perencanaan
c. tingkat
teknologi yang dimiliki
d. kesuburan
tanah
e. fasilitas kota
20. Diketahui
jumlah penduduk kota A adalah 25.000 jiwa dan kota B sebesar 75.000 jiwa. Jarak
antara kedua kota tersebut 60 km. Berdasarkan teori titik henti, jarak lokasi
pelayanan sosial yang paling strategis di antara kedua kota tersebut adalah
....
a. 34 km d.
37 km
b. 35 km e. 38 km
c. 36 km
II. Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan tepat!
1. Jelaskan pengertian desa dan kelurahan dan sebutkan tiga
perbedaan keduanya!
2. Jelaskan pola-pola persebaran permukiman di desa!
3. Jelaskan tentang potensi-potensi yang ada di desa sebagai
satu kesatuan hidup!
4. Mengapa tingkat perkembangan desa berbeda satu dengan
lainnya?
5. Sebutkan lima pengaruh positif yang timbul dengan adanya
interaksi desakota!
6. Mengapa
perkampungan di Indonesia cenderung memusat jika dibandingkan dengan di
negara-negara Barat?
7. Sebutkan inti dari teori
gravitasi yang dikemukakan Reilly!
8. Sebutkan ciri kota berdasarkan tingkat perkembangannya!
9. Jelaskan faktor penyebab dan faktor pendorong terjadinya
urbanisasi!
10. Bagaimanakah kota berkembang dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya?
Refleksi
Setelah mempelajari bab ini, adakah materi yang belum kamu
pahami? Jika ada, maka materi apakah yang betul-betul belum kamu pahami
tersebut? Coba dipelajari kembali, sehingga proses belajarmu tuntas. Apabila
masih menemui kesulitan mengenai materi tersebut, diskusikanlah bersama
teman-temanmu atau tanyakan kepada guru. Jika sudah betul-betul kamu pahami,
silahkan untuk melanjutkan pada pembelajaran bab selanjutnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar